Modus TPPO Kamboja: Janji Kerja Operator Komputer Jadi Scammer

Polri ungkap modus perdagangan orang ke Kamboja dengan iming-iming gaji Rp 9 juta sebagai operator komputer, korban malah dipaksa jadi scammer….

Prediksi HK — Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mengungkap salah satu modus operandi yang kerap digunakan dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang menargetkan Warga Negara Indonesia (WNI) dengan tujuan Kamboja. Modus tersebut berawal dari janji manis mendapatkan pekerjaan sebagai operator komputer dengan imbalan gaji yang menggiurkan.

Iming-iming Gaji Besar, Nasib Berbeda

Brigjen Pol. Moh. Irhamni, Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, menjelaskan bahwa pelaku biasanya mengiming-imingi calon korban dengan tawaran pekerjaan yang tampak legal dan menjanjikan. Dalam satu kasus, seorang korban bersama suaminya dihubungi oleh seseorang yang mengaku sebagai operator di Kamboja. Mereka dijanjikan posisi kerja di sebuah perusahaan dengan gaji mencapai Rp 9 juta per bulan.

Setelah korban tertarik, pihak yang menawarkan pekerjaan atau sering disebut sponsor tersebut kemudian mengurus seluruh dokumen keperluan, mulai dari paspor, visa, hingga tiket pesawat. Proses yang tampak mudah dan difasilitasi ini menjadi pintu masuk bagi korban ke dalam jerat perdagangan orang.

Dari Bandara Langsung ke Pusat Penipuan

Nasib korban berubah drastis sesaat setelah tiba di Bandara Phnom Penh, Kamboja. Paspor mereka langsung disita oleh sponsor. Korban kemudian dijemput dan dibawa dalam perjalanan darat selama kurang lebih empat jam menuju lokasi yang tidak mereka ketahui.

“Mengingat ini adalah pengalaman pertama mereka di Kamboja, korban tidak memahami lokasi tujuan. Mereka hanya bisa mengikuti saja. Pada akhirnya, mereka justru dipaksa bekerja sebagai scammer atau pelaku penipuan daring,” jelas Irhamni.

Target dan Hukuman yang Menyiksa

Di tempat kerja paksa tersebut, korban diharuskan memenuhi target tertentu dalam melakukan penipuan online. Jika target tidak tercapai, mereka akan menerima hukuman fisik dan psikis yang berat. Hukuman yang diterapkan berjenjang, mulai dari yang dianggap ‘ringan’ seperti push up dan sit up, hingga hukuman fisik berat seperti lari berkeliling lapangan futsal hingga ratusan kali.

Korban yang berhasil melarikan diri umumnya memanfaatkan momen lengah pengawas, misalnya saat diajak makan di luar kompleks. Kesempatan itulah yang digunakan untuk kabur dan mencari perlindungan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh.

Pengungkapan ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat agar lebih kritis dan berhati-hati terhadap tawaran kerja ke luar negeri yang terlalu mudah dan menjanjikan gaji fantastis, tanpa melalui proses atau agen penempatan yang resmi.